
Penutupan Sritex dan Dampak PHK Massal
PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, akan menutup operasionalnya pada 1 Maret 2025. Keputusan ini berimbas pada 8.400 karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. Penutupan ini terjadi setelah perusahaan dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024, dengan utang mencapai Rp32,6 triliun.
Keputusan Penutupan Berdasarkan Pailit dan Utang yang Menumpuk
Setelah keputusan pengadilan yang menyatakan Sritex pailit, perusahaan tidak bisa melanjutkan operasionalnya. Utang yang menumpuk menjadi penyebab utama penutupan tersebut. Pada akhir 2023, perusahaan masih memiliki 14.138 karyawan tetap. Namun, pengurangan karyawan sudah dilakukan secara bertahap. Dengan penutupan pabrik pada Maret 2025, hampir seluruh karyawan akan kehilangan pekerjaan.
Tanggapan Pemerintah: Hak Buruh Tetap Terjaga
Pemerintah Indonesia memberikan perhatian besar pada dampak PHK massal ini. Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan, menegaskan bahwa hak-hak buruh yang terdampak, seperti pesangon dan jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), akan dipenuhi. Ini diharapkan dapat meringankan beban pekerja yang kehilangan mata pencaharian.
Industri Tekstil Indonesia Menghadapi Tantangan Berat
Penutupan Sritex memperburuk keadaan industri tekstil di Indonesia. Sektor ini telah mengalami penurunan signifikan sepanjang tahun 2024. Banyak perusahaan lainnya juga terpaksa melakukan PHK massal akibat kondisi ekonomi yang sulit. Beberapa pabrik tekstil besar diperkirakan akan terus menutup operasionalnya, menambah ketidakpastian di pasar tenaga kerja.
Kesimpulan: Tantangan yang Terus Berlanjut
Dengan penutupan Sritex dan PHK massal yang terjadi, industri tekstil Indonesia menghadapi tantangan besar. Situasi ini diperkirakan akan berlanjut hingga akhir 2024. Pemerintah dan pihak terkait diharapkan memberikan dukungan kepada pekerja yang terdampak serta mencari solusi jangka panjang untuk sektor ini.