Komitmen Anies Baswedan terhadap Pendidikan Humanis

Jakarta — Dalam sebuah forum pendidikan yang digelar baru-baru ini, Anies Baswedan kembali menegaskan pentingnya pendekatan pendidikan yang tidak hanya fokus pada aspek kognitif, tetapi juga menyentuh sisi emosional dan karakter anak. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut menekankan bahwa sistem pendidikan seharusnya tidak hanya mengukur keberhasilan dari nilai akademik, tetapi juga dari bagaimana anak merasa dihargai, dimengerti, dan diperhatikan sebagai individu.

Menurut Anies, pendidikan seharusnya tidak menjadi tempat di mana anak merasa tertekan oleh beban tugas, nilai ujian, dan target kurikulum yang terlalu padat. “Pendidikan harus berpihak pada anak. Kita harus melihat dunia dari kacamata anak, bukan sekadar dari kacamata pengajar atau pembuat kebijakan,” ungkapnya dalam pidato yang mendapat sambutan hangat dari para peserta.

Sentuhan Hati sebagai Landasan Proses Belajar

Dalam pemaparannya, Anies Baswedan menyampaikan bahwa pendidikan yang menyentuh hati akan menghasilkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara emosional dan berakhlak. Ia mendorong para pendidik untuk menjadi sosok inspiratif yang mampu membangun kedekatan emosional dengan siswa, bukan hanya sebagai pengajar, melainkan sebagai pendamping tumbuh kembang anak.

“Guru adalah arsitek masa depan, dan bangunan yang mereka rancang adalah manusia itu sendiri,” kata Anies. Ia juga mengajak institusi pendidikan untuk menghadirkan ruang-ruang belajar yang ramah, menyenangkan, dan penuh empati agar anak-anak merasa aman dan nyaman dalam menjalani proses belajar.

Evaluasi Sistem Pendidikan dan Perubahan Paradigma

Anies menyoroti sistem pendidikan nasional yang masih terfokus pada ujian dan peringkat. Menurutnya, sudah waktunya ada reformasi yang berpijak pada keberagaman karakter anak.

Kurikulum, metode pembelajaran, dan sistem penilaian harus menyesuaikan kebutuhan masing-masing anak. Ia menekankan pentingnya pendidikan yang adaptif dan tidak kaku.

Dalam era digital saat ini, keterampilan seperti berpikir kritis, empati, dan kolaborasi menjadi hal utama. Semua itu perlu diasah sejak dini. Oleh sebab itu, pembelajaran harus bersifat fleksibel, relevan, dan kontekstual dengan perkembangan zaman.

Penutup: Pendidikan yang Membebaskan

Di akhir pidatonya, Anies Baswedan menyampaikan bahwa pendidikan sejati adalah yang mampu membebaskan. Anak harus bebas dari rasa takut. Guru harus terbebas dari tekanan administrasi yang membebani. Sekolah pun harus bebas dari sistem kaku yang tidak sesuai dengan kebutuhan masa depan.

Ia mengajak seluruh elemen bangsa untuk bekerja bersama. Tujuannya adalah menciptakan sistem pendidikan yang bukan hanya mencerdaskan, tetapi juga memanusiakan manusia.

Dengan pesan yang kuat dan menyentuh, Anies menegaskan kembali visinya. Pendidikan bukan hanya soal gedung atau seragam. Pendidikan adalah tentang hubungan manusiawi antara guru, murid, dan lingkungan. Sebuah sistem yang berpihak pada anak, menyentuh hati, dan memberi harapan bagi masa depan bangsa.